Hukum-Hukum Khusus Tentang Puasa Wanita - Bagian 5 - Tuntunan Praktis Fiqih Wanita (Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc.)
Bersama Pemateri :
Ustadz Ahmad Zainuddin
Kajian Islam oleh: Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc. Berikut ini adalah rekaman kajian dan ceramah agama dengan judul “Hukum-Hukum Khusus Tentang Puasa Wanita – Bagian 5” yang disiaran live di Radio Rodja dan Rodja TV pada Rabu pagi, 10 Rabbi’ul Awwal 1439 H / 29 November 2017 M. Kajian ini membahas Kitab “تنبيهات على أحكام تختص بالمؤمنات” Tanbiihaat ‘alaa Ahkaamin Takhtashshu bil Mu’minaat atau dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan “Tuntunan Praktis Fiqih Wanita” yang merupakan karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidzahullah.
Ringkasan Kajian Kitab Tuntunan Praktis Fiqih Wanita: Hukum-Hukum Khusus Tentang Puasa Wanita – Bagian 5
Pada kajian ini, dibahas tentang catatan-catatan penting terkait hukum khusus puasa bagi wanita.
Pertama, wanita yang keluar darah istihadhah. Istihadhah adalah darah yang keluar yang tidak sesuai dengan darah haid. Darah ini keluar karena adanya sebuah penyakit dan darah ini keluar dari luar rahim, bukan dari dalam rahim. Keluarnya darah istihadhah ini tidak ada batasan khusus, tidak ada waktu yang bisa diprakirakan dan tidak mungkin untuk menahannya agar tidak keluar sebagaimana muntah, keluarnya darah pada luka bisul dan keluarnya mani pada waktu mimpi. Maka pada hal ini, seorang wanita dihukumi tetap suci dan tetap diwajibkan untuk berpuasa. Berbeda dengan haid yang memiliki batasan waktu.
Apabila wanita haid, wanita menyusui atau hamil tidak berpuasa, hendaknya bersegera untuk mengganti puasanya. Jangan sampai datang ramadhan yang akan datang dan dia belum mengganti puasanya. Bersegera dalam mengganti tentu lebih utama. Jangan sampai ditunda-tunda. Dan apabila sudah berusaha namun masih tersisa, sedangkan tidak tersisa lagi hari-hari ramadhan yang akan datang kecuali beberapa hari saja maka wajib bagi dia untuk membayar puasanya. Jika seorang wanita tidak mengganti puasanya hingga masuk ramadhan berikutnya dan tidak disebabkan karena halangan syar’i, maka wajib bagi mereka nanti membayar puasa dan memberi makan orang miskin setiap harinya. Ini adalah pendapat menurut hitungan hari dan ini adalah pendapat dari sebagian ‘ulama. Dalil dari hal tersebut adalah perkataan Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa, “siapa yang terlambat mengqadha puasa ramadhan sampai datang kepada ramadhan selanjutnya, maka dia harus membayar fidyah”.
Para ulama bersepakat bahwa wajib bagi siapa yang mempunyai hutang puasa ramadhan, harus mengqadha sebelum datang puasa selanjutnya. Mereka berdalil dengan hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ الشُّغُلُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَوْ بِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
“Aku dahulu punya kewajiban puasa. Aku tidaklah bisa membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Sya’ban karena kesibukan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Diambil dari kegigihan, semangat ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menghabiskan qadha puasanya dibulan sya’ban, bahwa tidak diperbolehkan mengakhirkan qadha puasa sampai datang ramadhan selanjutnya.
Download Kajian Kitab Tuntunan Praktis Fiqih Wanita: Hukum-Hukum Khusus Tentang Puasa Wanita – Bagian 5
Podcast: Play in new window | Download
Demikianlah ringkasan dan audio kajian tentang “Hukum-Hukum Khusus Bagi Jenazah Wanita”. Jangan lupa untuk turut membagikan artikel dan audio kajian “Hukum Khusus Tentang Jenazah Wanita” serta link download kajian ini ke akun media sosial yang Anda miliki, baik Facebook, Twitter, Google+, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pembuka pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahufiikum